Rabu, 22 Juni 2011

KUMPULAN CERPEN A.A NAVIS




Anak Kebanggaan
Semua orang, tua-muda, besar-kecil, memanggilnya Ompi. Hatinya akan kecil bila di
panggil lain. Dan semua orang tak hendak mengecilkan hati orang tua itu.
Di waktu mudanya Ompi menjadi klerk di kantor Residen. Maka sempatlah ia
mengumpulkan harta yang lumayang banyaknya. Semenjak istrinya meninggal dua
belas tahun berselang, perhatiannya tertumpah kepada anak tunggalnya, laki-laki.
Mula-mula si anak di namainya Edward. Tapi karena raja Inggris itu turun takhta
karena perempuan, ditukarnya nama Edward jadi Ismail. Sesuai dengan nama kerajaan
Mesir yang pertama. Ketika tersiar pula kabar, bahwa ada seorang Ismail terhukum
karena maling dan membunuh, Ompi naik pitam. Nama anaknya seolah ikut tercemar.
Dan ia merasa terhina. Dan pada suatu hari yang terpilih menurut kepercayaan orang
tua-tua, yakin ketika bulan sedang mengambang naik, Ompi mengadakan kenduri.
Maka jadilah Ismail menjadi Indra Budiman. Namun si anak ketagihan dengan nama
yang dicarinya sendiri, Eddy.
Ompi jadi jengkel. Tapi karena sayang sama anak, ia terima juga nama itu, asal di
tambah di belakangnya dengan Indra Budiman itu. Tak beralih lagi. Namun dalam hati
Ompi masih mengangankan suatu tambahan nama lagi di muka nama anaknya yang
sekarang. Calon dari nama tambahan itu banyak sekali. Dan salah satunya harus
dicapai tanpa peduli kekayaan akan punah. Tapi itu tak dapat dicapai dengan kenduri
saja. Masa dan keadaanlah yang menentukan. Ompi yakin, masa itu pasti akan datang.
Dan ia menunggu dnegan hati yang disabar-sabarkan. Pada suatu hari yang gilang
gemilang, angan-angannya pasti menjadi kenyataan. Dia yakin itu, bahwa Indra
Budimannya akan mendapat nama tambahan dokter di muka namanya sekarang. Atau
salah satu titel yang mentereng lainnya. Ketika Ompi mulai mengangankan nama
tambahan itu, diambilnya kertas dan potlot. Di tulisnya nama anaknya, dr. Indra
Budiman. Dan Ompi merasa bahagia sekali. Ia yakinkan kepada para tetangganya akan
cita-citanya yang pasti tercapai itu.
"Ah, aku lebih merasa berduka cita lagi, karena belum sanggup menghindarkan
kemalangan ini. Coba kalau anakku, Indra Budiman, sudah jadi dokter, si mati ini akan
pasti dapat tertolong," katanya bila ada orang meninggal setelah lama menderita
sakit.
Dan kalau Ompi melihat ada orang membuat rumah, lalu ia berkata, "Ah sayang.
Rumah-rumah orang kita masih kuno arsitekturnya. Coba kalau anakku, Indra Budiman,
sudah menjadi insinyur, pastilah ia akan membantu mereka membuat rumah yang
lebih indah."
Semenjak Indra Budiman berangkat ke Jakarta, Ompi bertambah yakin, bahwa setahun
demi setahun segala cita-citanya tercapai pasti. Dan benarlah. Ternyata setiap
semester Indra Budiman mengirim rapor sekolahnya dengan angka-angka yang baik
sekali. Dan setiap tahun ia naik kelas. Hanya dalam tempo dua tahun, Indra Budiman
menamatkan pelajarannya di SMA seraya mengantungi ijazah yang berangka baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar