Rabu, 22 Juni 2011

TENTANG KURIKULUM

YANG TERBAIK DAN MEMPERBAIKI,
KURIKULUM YANG MANA ?
Oleh : Agung Subekti

Kurikulum baru dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang dari satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam kamus Webster tahun 1812 dan baru muncul untuk pertama kalinya dalam kamusnya tahun 1856.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi popular sejak tahun lima puluhan yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di America serikat. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran.
Dalam teori praktik, pengertian kurikulum yang lama sudah banyak ditinggalkan. Para ahli-ahli pendidikan kebanyakan memberi arti atau istilah yang lebih luas. Perubahan ini terjadi karena ketidakpuasan dengan hasil pendidikan di sekolah dan ingin selalu memperbaiki.
Selain itu yang mempengaruhi perubahan dari makna atau arti kurikulum adalah perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat mengubah perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Disamping itu banyak timbul pendapat-pendapat baru, tentang hakikat dan perkembangan anak, cara belajar, tentang masyarakat dan ilmu pengetahuan yang memaksa diadakannya perubahan dalam kurikulum. Pengembangan kurikulum adalah proses yang tak hentinya, yang harus dilakukan secara kontinu. Namun, mengubah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah, praktek pendidikan disekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori kurikulum. Bukan suatu yang aneh. Bila suatu teori kurikulum baru menjadi kenyataan setelah 50 sampai 75 tahun kemudian. Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam definisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya kurikulum itu. Akhirnya setiap pendidikan, setiap guru harus menentukan sendiri apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar dalam kelas maupun diluar kelas
Dibawah ini beberapa kurikulum menurut beberapa ahli :
1. J. Galen Taylor dan William M. Alexander dalam buku curriculum planning for better teaching and learning (1956). Menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut “segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum.
2. William B Ragan, dalam buku modern elementary curriculum (1966) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut:
3. Ragan menggunakan kurikulum dalam arti luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah.
4. Edward A, Krug dalam secondary school curriculum (1960) menunjukan pendirian yang terbatas tapi realities tentang kurikulum, kurikulum dilihatnya sebagai cita-cita dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan. Ia membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga agama, masyarakat, dan lain-lainnya.
Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain, sehingga kita peroleh penggolongan sebagai bertikut:
1) Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembangan kurikulum, biasanya dalam suatu panitia.
2) Kurikulum yang pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya.
3) Kurikulum dapat pula dipamdang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu.
4) Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara actual menjadi kenyataan pada setial siswa.
B. Program Kurikulum Pendidikan
1. Rencana Pelajaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran,
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2. Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

3. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 lebih bersifat politis, yaitu dengan mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
4. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
5. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
6. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
7. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa.
Meski baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
8. KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.

Kesimpulan
 Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi popular sejak tahun lima puluhan yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di America serikat.
 Program Kurikulum Pendidikan ada beberapa pereode antara lain; Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Terurai 1952, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004, KTSP 2006.
 Untuk selanjutnya akankah KTSP yang sekarang sedang diterapkan mampu bertahan lama atau akan digantikan dengan ide ide baru yang tidak kalah yang lebih komersil? Kita lihat saja nanti!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar